Senjata api adalah salah satu alat vital yang digunakan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam menjalankan tugas penegakan hukum dan menjaga keamanan. Namun, penggunaan senjata api Polri tidaklah sembarangan. Ada berbagai jenis senjata yang disesuaikan dengan fungsi spesifik, serta protokol penggunaan yang sangat ketat untuk memastikan akuntabilitas dan meminimalkan risiko. Memahami aspek-aspek ini penting untuk mengetahui bagaimana Polri beroperasi.
Polri menggunakan berbagai jenis senjata api, mulai dari pistol genggam untuk tugas patroli umum hingga senapan serbu untuk unit-unit khusus. Ragam ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan operasional yang berbeda:
- Pistol: Ini adalah senjata api standar yang paling umum digunakan oleh petugas di lapangan. Jenis-jenis yang populer antara lain Pindad P1 (produksi dalam negeri), Pindad G2 Combat, Glock 17, HS-2000, dan SIG Sauer (seperti P228 atau P320). Pistol digunakan sebagai alat pertahanan diri, penindakan, dan untuk menghentikan ancaman dalam jarak dekat. Fungsinya adalah sebagai alat paksa yang terakhir dalam serangkaian tahapan tindakan polisi.
- Pistol Mitraliur (SMG): Senjata seperti Beretta M12 atau Pindad PM2, memiliki kapasitas tembakan yang lebih cepat dan ukuran yang lebih ringkas dibandingkan senapan serbu. SMG cocok untuk operasi di perkotaan atau dalam ruangan, sering digunakan oleh unit penindak kejahatan berat.
- Senapan Gentel (Shotgun): Umumnya seperti Remington 870, digunakan untuk pengendalian massa non-mematikan dengan peluru karet atau untuk situasi yang membutuhkan daya hentikan yang besar dalam jarak dekat, seperti penyerbuan atau penangkapan.
- Senapan Serbu: Senapan jenis ini, misalnya yang diproduksi PT Pindad atau standar internasional, banyak digunakan oleh unit khusus seperti Brigade Mobil (Brimob) untuk operasi berskala besar, penanganan terorisme, atau situasi ancaman tinggi.
Protokol Penggunaan Senjata Api Polri
Penggunaan senjata api Polri diatur oleh peraturan yang sangat ketat, menekankan pada prinsip legalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Sebelum menggunakan senjata api, petugas harus melalui serangkaian pelatihan intensif dan sertifikasi. Protokol umumnya mencakup:
- Peringatan: Petugas harus memberikan peringatan yang jelas dan terdengar kepada target, jika memungkinkan, sebelum menggunakan senjata api.
- Ancaman Nyata: Penggunaan senjata api hanya dibenarkan jika terdapat ancaman nyata yang membahayakan nyawa petugas atau orang lain, atau untuk mencegah pelaku kejahatan serius yang akan melarikan diri dan membahayakan masyarakat.
- Prioritas Melumpuhkan: Tujuan utama penembakan adalah melumpuhkan ancaman, bukan membunuh. Petugas dilatih untuk menargetkan bagian tubuh yang tidak mematikan, kecuali dalam situasi ekstrem yang mengancam jiwa.
- Pelaporan: Setiap penggunaan senjata api, baik yang menyebabkan korban maupun tidak, harus segera dilaporkan dan diselidiki secara menyeluruh untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur. Divisi Propam Polri secara berkala melakukan audit dan investigasi terkait penggunaan senjata api oleh anggota, dengan hasil yang dilaporkan setiap triwulan, seperti laporan yang disampaikan pada 1 April 2025.
Pelatihan berkala dan pengawasan ketat adalah kunci untuk memastikan bahwa senjata api Polri digunakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan hukum, demi melindungi masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
