Keteraturan dan keselamatan di jalan raya tidak hanya bergantung pada penegakan hukum yang keras, tetapi juga pada kesadaran dan perilaku pengendara. Dalam konteks ini, upaya Mengenal Etika Berlalu Lintas menjadi sangat penting sebagai fondasi budaya tertib di jalanan. Etika berlalu lintas mencakup norma-norma kesopanan, toleransi, dan rasa tanggung jawab sosial yang melengkapi aturan hukum formal. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melalui fungsi Lalu Lintas (Polantas) tidak hanya berperan sebagai penindak pelanggaran, tetapi juga sebagai pembina utama dalam membantu masyarakat Mengenal Etika Berlalu Lintas ini. Tugas pembinaan ini merupakan bagian dari fungsi pre-emtif dan preventif Polri, yang bertujuan mengubah pola pikir pengendara dari sekadar takut sanksi menjadi kesadaran akan pentingnya keselamatan bersama.
Upaya Polantas dalam membina kesadaran hukum dan etika dimulai dari proses paling awal, yaitu penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM). Dalam sesi ujian teori dan praktik, materi tentang Mengenal Etika Berlalu Lintas selalu disisipkan, mengajarkan bahwa mengemudi bukan hanya soal keterampilan mengendalikan kendaraan, tetapi juga soal menghormati hak pengguna jalan lain. Etika sederhana seperti mendahulukan pejalan kaki di zebra cross, memberikan jalur prioritas kepada ambulans dan kendaraan darurat, serta tidak menggunakan bahu jalan sebagai jalur pintas, ditekankan sebagai bagian integral dari perilaku mengemudi yang baik.
Di samping proses formal, Polantas juga aktif melakukan sosialisasi langsung di lapangan. Program Goes to School dan Goes to Campus yang rutin digelar oleh Satlantas di berbagai wilayah menjadi platform efektif. Sebagai contoh, Satlantas Polres Kota Medan mengadakan acara roadshow edukasi ke sekolah-sekolah menengah setiap minggu kedua setiap bulan, dengan fokus pada bahaya riding secara berboncengan lebih dari dua orang atau mengemudi di bawah umur. Petugas berinteraksi langsung dengan pelajar, menggunakan pendekatan yang mudah dipahami untuk menanamkan rasa tanggung jawab saat berada di jalan.
Fungsi pembinaan ini juga terlihat saat petugas melakukan patroli. Polisi seringkali melakukan teguran humanis (bukan tilang) terhadap pelanggaran ringan, seperti lupa menyalakan lampu pada siang hari atau berbelok tanpa memberikan isyarat. Pendekatan persuasif ini bertujuan untuk mendidik dan mengingatkan tanpa menimbulkan trauma hukum, selaras dengan semangat Mengenal Etika Berlalu Lintas sebagai bentuk kesadaran diri. Dengan kombinasi penindakan yang tegas (terutama melalui ETLE untuk pelanggaran berat) dan pembinaan yang humanis, Polri berupaya keras untuk menciptakan budaya berlalu lintas yang tidak hanya patuh secara hukum, tetapi juga beretika dan berkeselamatan.
